SHALAHUDIN AL-AYUBI
Shalahuddin Al-Ayubi terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit
(140 km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137 M. Masa
kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan
anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu Nur Ad-Din atau Nuruddin
Zangi.
Shalahudin
Al-Ayubi atau tepatnya Shalahudin
Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau Saladin/salahadin (menurut
lafal orang Barat) adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh (sejarah)
Islam. Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah perayaan hari
lahir Nabi Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud atau maulid,
berasal dari kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada istilah ulang
tahun. Berbagai perayaan ulang tahun di kalangan/organisasi muslim sering
disebut sebagai milad atau miladiyah, meskipun maksudnya adalah ulang tahun
menurut penanggalan kalender Masehi.
Selain belajar Islam, Shalahuddin pun mendapat
pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang
Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya Shalahuddin menguasai
Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid (turunan
dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).
Dinobatkannya Shalahuddin menjadi sultan Mesir membuat
kejanggalan bagi anaknya Nuruddin, Shalih Ismail. Hingga setelah tahun 1174
Nuruddin meninggal dunia, Shalih Ismail bersengketa soal garis keturunan
terhadap hak kekhalifahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan Shalahuddin
berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Shalahudin . Shalih Ismail terpaksa
menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh pada tahun
1181. Shalahuddin memimpin Syria sekaligus Mesir serta mengembalikan Islam di
Mesir kembali kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Dalam menumbuhkan wilayah kekuasaannya Shalahuddin
selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, terkecuali satu
hal yang tercatat adalah Shalahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of
Montgisard melawan Kingdom of Jerusalem (kerajaan singkat di Jerusalem selama
Perang Salib). Namun mundurnya Shalahudin
tersebut mengakibatkan Raynald of Châtillon pimpinan perang dari The
Holy Land Jerusalem memprovokasi muslim
dengan mengganggu perdagangan dan jalur Laut Merah yang digunakan sebagai jalur
jamaah haji ke Makkah dan Madinah. Lebih buruk lagi Raynald mengancam menyerang
dua kota suci tersebut, hingga akhirnya Shalahuddin menyerang kembali Kingdom
of Jerusalem di tahun 1187 pada perang Battle of Hattin, sekaligus mengeksekusi
hukuman mati kepada Raynald dan menangkap rajanya, Guy of Lusignan.
Akhirnya seluruh Jerusalem kembali ke tangan muslim
dan Kingdom of Jerusalem pun runtuh. Selain Jerusalem kota-kota lainnya pun
ditaklukkan kecuali Tyres/Tyrus. Jatuhnya Jerusalem ini menjadi pemicu Kristen
Eropa menggerakkan Perang Salib Ketiga atau Third Crusade.
Perang Salib Ketiga ini menurunkan Richard I of
England ke medan perang di Battle of Arsuf. Shalahuddin pun terpaksa mundur,
dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa menjungkalkan invincibilty
Shalahudin. Dalam kemiliteran Shalahudin
dikagumi ketika Richard cedera, Shalahuddin menawarkan pengobatan di
saat perang di mana pada saat itu ilmu kedokteran kaum Muslim sudah maju dan
dipercaya.
Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Richard sepakat dalam
perjanjian Ramla, di mana Jerusalem tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada
para peziarah Kristen. Setahun berikutnya Shalahuddin meninggal dunia di
Damaskus setelah Richard kembali ke Inggris. Bahkan ketika rakyat membuka peti
hartanya ternyata hartanya tak cukup untuk biaya pemakamannya, hartanya banyak
dibagikan kepada mereka yang membutuhkannya.
Data lengkap tentang King Shalahudin Al-Ayubi:
Memerintah
|
: 1174 M. – 4
Maret-1193 M.
|
Dinobatkan
|
: 1174 M.
|
Nama lengkap
|
: Yusuf Ayyubi
|
Lahir
|
: 1138 M. di
Tikrit, Iraq
|
Meninggal
|
: 4 Maret-1193
M. di Damaskus, Syria.
|
Dimakamkan
|
: Masjid
Umayyah, Damaskus, Syria
|
Pendahulu
|
: Nuruddin Zengi
|
Pengganti
|
: Al-Aziz
|
Dinasti
|
: Ayyubid
|
Ayah
|
: Najmuddin Ayyub
|
Selain dikagumi Muslim, Shalahuddin atau
Saladin/Shalahudin mendapat reputasi besar di kaum Kristen Eropa, kisah perang
dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah
satunya adalah The Talisman (1825) karya Walter Scott.
Masa lalu memang tidak mudah pergi meskipun kita
seperti tak ingin menengoknya. Bahkan di salah
satu tembok Masjid Umayyah yang dulu adalah Katedral Yahya Pembaptis yang
dipermak jadi masjid yang indah di tahun 700-an itu, seorang sejarawan masih
menemukan sisa inskripsi ini: "Kerajaan-Mu, ya, Kristus, adalah kerajaan
abadi...."
Tapi jika masa lalu tak mudah pergi, dari bagian
manakah dari Saladin yang akan datang kepada kita
kini? Dari ruang makamnya yang kusam,
mitos apa yang akan kita teruskan? Kisah Saladin adalah kisah peperangan. Dari zamannya kita dengar cerita dahsyat bagaimana
agama-agama telah menunjukkan kemampuannya untuk memberi inspirasi keberanian
dan ilham pengorbanan- yang kalau perlu dalam bentuk pembunuhan.
Tapi sebagian besar kisah Saladin --yang tersebar baik
di Barat maupun di Timur dari sejarah Perang Salib yang panjang di abad ke-12
itu-- adalah juga cerita tentang seorang yang pemberani dalam pertempuran, yang sebenarnya tak ingin menumpahkan darah. Saladin merebut
Jerusalem kembali di musim panas 1187. Tapi menjelang
serbuan, ia beri kesempatan penguasa Kristen kota itu untuk menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat. Dan ketika pasukan Kristen itu akhirnya kalah
juga, yang dilakukan Saladin bukanlah menjadikan penduduk Nasrani budak-budak.
Saladin malah membebaskan sebagian besar mereka, tanpa dendam, meskipun dulu,
di tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70
ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke
sinagog untuk dibakar.
"Anakku," konon begitulah pesan Sultan itu
kepada anaknya, az-Zahir,
menjelang wafat, ...Jangan tumpahkan darah... sebab darah yang terpercik tak akan tertidur."
Dalam hidupnya yang cuma 55 tahun, ikhtiar itulah yang tampaknya dilakukan Saladin. Meskipun tak selamanya ia tanpa cacat, meskipun ia tak jarang memerintahkan pembunuhan, kita toh tahu, bagaimana pemimpin pasukan Islam itu bersikap baik kepada Raja
Richard. Berhati Singa
yang datang dari Inggris untuk mengalahkannya. Ketika Richard
sakit dalam pertempuran, Saladin mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter. Lalu perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan pesta diadakan dengan pelbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.
Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu
bisa melahirkan orang sebaik itu. Terutama ketika orang hanya mencoba
menghidupkan kembali apa yang gagah berani dari abad ke-12, tapi meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah zaman yang penuh peperangan. Tapi pentingkah sebenarnya masa silam?
Dari makam telantar orang Kurdi yang besar itu, terdapat
lorong bazar yang sibuk dan riuh di depan Masjid Umayyah. Sebuah keriuhan yang
mungkin tanpa sejarah.
IR. SOEKARNO
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung
Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21
Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu
Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga isteri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati
mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati
dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri
Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak
Kartika.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama
orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya,
indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri
Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School).
Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya.
Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische
Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil
meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan
mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan
Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin,
Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam
pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda,
bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga
pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno
bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap
Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian
dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung
Karno dan Bung Hatta
memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI
tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang
disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18
Agustus 1945 Ir. Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik
Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi
dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya
mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada
1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik
hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR
mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang
pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di
Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya,
Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan
Proklamasi".
Detik Detik Kematian Sang Presiden
Jakarta, Selasa, 16 Juni 1970. Ruangan intensive care
RSPAD Gatot Subroto dipenuhi tentara sejak pagi. Serdadu berseragam dan
bersenjata lengkap bersiaga penuh di beberapa titik strategis rumah sakit
tersebut. Tak kalah banyaknya, petugas keamanan berpakaian preman juga hilir
mudik di koridor rumah sakit hingga pelataran parkir.
Sedari pagi, suasana mencekam sudah terasa. Kabar yang
berhembus mengatakan, mantan Presiden Soekarno akan dibawa ke rumah sakit ini
dari rumah tahanannya di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima kilometer.
Malam ini desas-desus itu terbukti. Di dalam ruang
perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden, Soekarno
tergolek lemah di pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya sangat
mundur. Sepanjang hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus
memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak
dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.
Lelaki yang pernah amat jantan dan berwibawa, dan
sebab itu banyak digila-gilai perempuan seantero jagad, sekarang tak ubahnya
bagai sesosok mayat hidup. Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah yang dihiasi
gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar ke
mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan.
Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan pidato-pidatonya yang
sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan kering. Sebentar-sebentar bibirnya
gemetar. Menahan sakit. Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju langit dan
mencakar udara, kini tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian kurus. Sang
Putera Fajar tinggal menunggu waktu.
Dua hari kemudian, Megawati, anak sulungnya dari Fatmawati
diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya yang tergolek
lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan airmata.
Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang paling dicintainya
ini.
“Pak, Pak, ini Ega…”
Senyap.
Ayahnya tak bergerak. Kedua matanya juga tidak membuka. Namun kedua bibir
Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin
mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu. Soekarno tampak mengetahui kehadiran
Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya. Tangan kanannya bergetar seolah
ingin menuliskan sesuatu untuk puteri sulungnya, tapi tubuhnya terlampau lemah
untuk sekadar menulis. Tangannya kembali terkulai. Soekarno terdiam lagi.
Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat
terpukul. Air matanya yang sedari tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras.
Perempuan muda itu menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima
kenyataan, Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar.
Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan
tentara terus berjaga lengkap dengan senjata. Malam harinya ketahanan tubuh
seorang Soekarno ambrol. Dia coma. Antara hidup dan mati. Tim dokter segera
memberikan bantuan seperlunya. Keesokan hari, mantan wakil presiden Muhammad
Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya ini. Hatta yang ditemani
sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan
segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya.
Menahan rasa sakit yang tak terperi, Soekarno berkata lemah.
“Hatta.., kau di sini..?”
Yang disapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.
Namun Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan
sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab
Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.
“Ya, bagaimana keadaanmu, No ?”
Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakannya di
masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari
jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya
ini. Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya
dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka
masih bersatu dalam Dwi Tunggal. “Hoe gaat het met jou…?” Bagaimana
keadaanmu?
Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih
memegang lengan Soekarno.
Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil. Lelaki perkasa itu menangis di
depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak
lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Airmatanya juga
tumpah. Hatta ikut menangis. Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling
berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi
orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu,
betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang
hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.
“No…” Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta
tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus
kekecewaannya. Bahunya terguncang-guncang. Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat
marah pada penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau
prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu
sama sekali tidak merusak persabatannya yang demikian erat dan tulus. Hatta
masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.
Jarum jam terus bergerak. Merambati angka demi angka. Sisa
waktu bagi Soekarno kian tipis. Sehari setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi
Soekarno yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu tidak mampu
lagi membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini
menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan
puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno
belum pernah sekali pun melihat anaknya.
Minggu pagi, 21 Juni 1970. Dokter Mardjono, salah
seorang anggota tim dokter kepresidenan seperti biasa melakukan pemeriksaan
rutin. Bersama dua orang paramedis, Dokter Mardjono memeriksa kondisi pasien
istimewanya ini. Sebagai seorang dokter yang telah berpengalaman, Mardjono tahu
waktunya tidak akan lama lagi.
Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, dia
memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Soekarno
menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya. Mardjono merasakan
panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini. Tiba-tiba tangan
yang panas itu terkulai. Detik itu juga Soekarno menghembuskan nafas
terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya
tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.
Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Udara sesaat
terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa berkicau tiada terdengar.
Kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam. Sekaligus menyedihkan.
Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh
kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya.
Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang
belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah
tiada. Dokter Mardjono segera memanggil seluruh rekannya, sesama tim dokter
kepresidenan. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan pernyataan resmi: Soekarno
telah meninggal. Salamat jalan sang Putera Fajar.
MOHANDAS
KARAMCHAND GANDHI
Mohandas
Karamchand Gandhi (2 Oktober 1869—30 Januari 1948) juga dipanggil Mahatma
Gandhi (bahasa Sansekerta: "jiwa agung") adalah seorang pemimpin
spiritual dan politikus dari India.
Pada masa kehidupan Gandhi, banyak negara yang merupakan koloni Britania Raya.
Penduduk di koloni-koloni tersebut mendambakan kemerdekaan
agar dapat memerintah negaranya sendiri.
Gandhi adalah salah seorang yang paling penting yang terlibat dalam Gerakan Kemerdekaan India. Dia adalah aktivis
yang tidak menggunakan kekerasan, yang mengusung gerakan kemerdekaan melalui aksi demonstrasi
damai.
Gandhi lahir pada 2 Oktober 1869 di negara bagian Gujarat
di India. Beberapa dari anggota keluarganya bekerja pada pihak pemerintah. Saat
remaja, Gandhi pindah ke Inggris untuk mempelajari hukum. Setelah dia menjadi
pengacara,
dia pergi ke Afrika Selatan, sebuah koloni Inggris, di mana
dia mengalami diskriminasi ras yang dinamakan apartheid.
Dia kemudian memutuskan untuk menjadi seorang aktivis
politik agar dapat mengubah hukum-hukum yang diskriminatif tersebut. Gandhi pun
membentuk sebuah gerakan non-kekerasan.
Ia mengawali karirnya sebagai seorang pengacara di Afrika Selatan, di mana
ia menemukan berbagai persoalan rasial untuk pertama kalinya. Suatu ketika,
dalam perjalanan di atas kereta api menuju Pretoria, Gandhi diminta
meninggalkan kursi penumpang kelas satu yang ditumpanginya meskipun ia telah
membayar tiketnya. Kondektur kereta yang berkulit putih itu dengan sinis mengatakan
bahwa selain orang kulit putih tidak diperkenankan menempati kursi kelas utama.
Tetapi Gandhi menolak dan bersikeras untuk tetap menempati kursi yang telah
dibayarnya itu. Karena penolakan ini, sang kondektur menurunkannya di sebuah
stasiun kecil.
Konon, itulah salah satu kejadian yang kemudian membuatnya selalu berjuang
untuk keadilan. Dia selalu mencontohkan bahwa kita dapat melawan ketidak adilan
tanpa melakukan kekerasan. Semasa di Afrika Selatan-lah Gandhi mulai
mengembangkan idenya yang disebut Ahimsa atau anti-kekerasan, dan mengajarkan
orang-orang India yang hidup di sana bagaimana menerapkan Ahimsa untuk
mengatasi berbagai ketidak adilan yang mereka alami. Metode yang disebut juga
sebagai perlawanan pasif atau anti-bekerjasama dengan mereka yang melakukan
ketidak-adilan. Gandhi yakin bahwa, dengan menolak-bekerjasama, si oknum
akhirnya akan menyadari kesalahannya dan kemudian menghentikan sikap tak
adilnya.
Ketika kembali ke India,
dia membantu dalam proses kemerdekaan India dari jajahan Inggris; hal ini
memberikan inspirasi bagi rakyat di koloni-koloni lainnya agar berjuang
mendapatkan kemerdekaannya dan memecah Kemaharajaan Britania untuk kemudian
membentuk Persemakmuran.
Rakyat dari agama
dan suku
yang berbeda yang hidup di India kala itu yakin bahwa India perlu dipecah
menjadi beberapa negara agar kelompok yang berbeda dapat mempunyai negara
mereka sendiri. Banyak yang ingin agar para pemeluk agama Hindu dan Islam mempunyai negara
sendiri. Gandhi adalah seorang Hindu namun dia menyukai pemikiran-pemikiran dari agama-agama
lain termasuk Islam
dan Kristen.
Dia percaya bahwa manusia dari segala agama harus mempunyai hak yang sama dan
hidup bersama secara damai di dalam satu negara.
Pada 1947,
India menjadi merdeka dan pecah menjadi dua negara, India dan Pakistan.
Hal ini tidak disetujui Gandhi.
Sementara Pergerakan terus berlangsung, Gandhi tetap melanjutkan
pencariannya akan kebenaran dan merancang strategi yang sesuai untuk menghadapi
musuh. Ia menyebutnya Satyagraha - Penegakan Kebenaran. Gandhi yakin bahwa
dengan melihat penderitaan seseorang yang menegakkan kebenaran akan memberi
pengaruh dan akan menyentuh nurani pelaku kesewenangan (musuh). Satyagraha
kemudian dijalankan secara luas dan efektif dalam perjuangan kemerdekaan.
Perjuangan ini akhirnya mencapai satu titik dimana Inggris tak sanggup bertahan
menentang ribuan massa rakyat yang menetangnya, aksi-damai yang menuntut
kemerdekaan. Betapapun, Gandhi yakin kepada setiap usaha dan perjuangan yang
dilakukan oleh mereka yang dibimbing langsung olehnya dalam menjalankan
Satyagraha, dan karena ajaran dan pelatihan Satyagraha inilah perjuangannya
membawa hasil.
Prinsip Gandhi, satyagraha, sering diterjemahkan
sebagai "jalan yang benar" atau "jalan menuju kebenaran",
telah menginspirasi berbagai generasi aktivis-aktivis demokrasi dan
anti-rasisme seperti Martin Luther King, Jr. dan Nelson
Mandela. Gandhi sering mengatakan kalau nilai-nilai ajarannya sangat
sederhana, yang berdasarkan kepercayaan Hindu tradisional: kebenaran (satya),
dan non-kekerasan (ahimsa).
Pada 30 Januari
1948, Gandhi dibunuh
seorang lelaki Hindu yang marah kepada Gandhi karena ia terlalu memihak kepada Muslim. Nehru,
Perdana Menteri India, menyebut Gandhi sebagai tokoh terbesar India setelah
Gautama, sang Buddha. Ketika diminta untuk mengomentari tentang Gandhi,
Einstein mengatakan: "Pada saatnya akan banyak orang yang tak percaya dan
takjub bahwa pernah hidup seorang seperti Gandhi di muka bumi". Winston
Churchill, Perdana Menteri Inggris, menyebutnya 'Naked Fakir'.
Amazing man...
BalasHapus